TIMES KEDIRI, KEDIRI – Allah SWT menciptkan sesuatu bukan tanpa maksud dan tujuan. Begitu juga ketika Allah SWT memerintahkan atau membuat larangan kepada semua hamba-Nya pasti mengandung hikmah yang sangat luar biasa. Baik hikmah itu mampu dicapai oleh akal pikirin kita, yang mampu dibuktikan dengan menggunakan ilmu science, atau hikmah yang masih tersembunyi yang belum banyak kita ketahui namun wajib kita yakini.
Sebagai contoh perintah shalat, dalam ilmu kesehatan yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui penelitian. Shalat mempunyai dampak yang luar biasa, khususnya shalat tahajud yang dikerjakan dengan khuyu’ mampu meningkatkan imun bagi yang mengerjakan.
Hal ini dikupas tuntas dalam buku Terapi Shalat Tahajud oleh Profesor. Moh Shaleh. Shalat dalam segi spiritual menjadi sarana komunikasi yang paling baik antara hamba dan Rab-Nya.
Di dalam shalat, hamba mampu mencurahkan segala permitaan dan permohonan-Nya. Sebagaimana yang diterangka oleh profesor Muhammad Ali Aziz dalam bukunya Terapi Shalat Bahagia. Begitu juga dengan ibadah kurban, Penulis meyakini banyak hikamh dan rahasia-rahasia di balik Allah menyariatkan ibadah ini kepada hamba-hamba-Nya.
Menurut bahasa kurban berasal dari bahasa Arab Qaruba-Yaqrubu-Qurbaanan yang artinya dekat, mendekat, menghampiri. Sedangkan menurut istilah kurban adalah beribadah kepada Allah Swt dengan cara menyembelih binatang kurban dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt; sebagai ungkapan rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah Swt.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ada dua kata yang hampir sama tapi mempunyai arti yang berbeda. Meskipun mempunyai arti yang berbeda tetapi sering juga oleh kebanyakan masyarakat menyamakannya, yaitu kurban dan korban.
Arti kata kurban dalam KBBI adalah: Pertama, persembahan kepada Allah (seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari Lebaran Haji) sebagai wujud ketaatan muslim kepada-Nya. Contohnya Ia menyembelih kerbau untuk.
Kedua, Pujaan atau persembahan kepada dewa-dewa. Contohnya Setahun sekali diadakan upacara mempersembahkan kepada Batara Brahma.
Sedangkan kata korban menurut KBBI artinya adalah (1) Pemberian untuk menyatakan kebaktian, kesetiaan, dan sebagainya; kurban: jangankan harta, jiwa sekalipun kami berikan sebagai. (2) orang, binatang, dan sebagainya yang menjadi menderita (mati dan sebagainya) akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan sebagainya: sepuluh orang tabrakan itu dirawat di rumah sakit Bogor.
Dalam penggunaan istilah kurban atau korban yang tepat untuk menggambarkan peristiwa yang diperingati dan dilaksanakan oleh umat Islam ini, K.H. Mustofa Bisri dalam buku Shaleh Ritual dan Shaleh Sosial tidak memperdebatkannya.
Kata kurban bisa digunakan karena memang ada kegiatan penyembelihan kambing, sapi dll sebagai persembahan untuk Tuhan. Kata korban yang artinya pemberian, kebaktian dan kesetiaan juga bisa digunakan. Karena Nabi Ibrahim AS melaksanakan ibadah ini juga sebagai wujud bakti dan setia kepada Tuhan.
Meskipun begitu, Penulis mempunyai pendapat untuk penggunaan kata kurban atau korban yang paling tepat. Minimal tepat untuk Penulis sendiri. Makna kurban (dengan vokal awal u) mungkin bisa digunakan untuk istilah ibadah ini, namun tidak untuk kata korban ( dengan vokal awal o).
Alasannya adalah jika kata korban diartikan dengan pemberian sebagai wujud kebaktian, kesetiaan atau kata korban diartikan dengan orang, binatang yang merasakan kesakitan, kesedian akibat kejahatan, apakah Nabi Ibrahim AS melakukan pengorbanan?
Bukankah itu wujud perintah Allah? Bukankah Ismail putra beliau itu milik Allah? Tidakkah Nabi Ibrahim AS memahami segala sesuatu milik Allah dan kembali kepada-Nya? Dan apabila Nabi Ismail AS dikatakan menjadi korban, apakah beliau merasa tersakiti, menderita atau sedih?
Mereka melaksanakan perintah semata-mata karena patuh dan cinta kepada Allah. Tanpa ada unsur pemaksaan dan dan penuh rasa ikhlas. Toh, jika akhirnya Allah pun tidak mengganti Ismail dengan kambing-domba, Penulis tetap yakin sekelas Khalilullah akan ikhlas melaksanakan perintah Tuhannya.
Sebagai penutup penulis menyampaikan bahwa tidak ada istilah korban atau pengorbanan dalam cinta jika semua dilandasi dengan rasa keikhlasan. Karena hakikatnya apa yang kita korbankan tidak sebanding dengan apa yang telah kita dapatkan dan apa yang yang kita harapkan.
Semua hanyalah perintah Allah dan sebagai hamba kita wajib melaksanakannya. Jika sementara waktu kita belum mampu berkurban (dengan huruf vokal u) sapi atau kambing, setidaknya kita mengurbankan tenaga dan pikiran untuk kita dermakan di jalan Allah.
Jika sementara waktu kita belum mampu menyembelih binatang sapi atau kambing, setidaknya kita mulai belajar menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang masih bersemayam dalam diri kita semata karena Allah.
***
*) Oleh : Muhammad Abdul Azis, M.Pd., Kepala Sekolah SMP Islamic Internasional School PSM Kediri.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |